Melestarikan Warisan Seni dan Budaya Pribumi Australia
Apakah teman She masih ingat hampir di setiap edisi saya selalu mengajak pembaca mencintai kain nusantara maupun beragam budaya Indonesia melalui produk lokal? Karena warisan seni dan budaya suatu negara wajib dilestarikan oleh bangsanya sendiri. Agar kita sebagai generasi masa depan mampu menghargai dan mengembangkan peninggalan leluhur.
Demikian pula dengan negara Australia yang dikenal memiliki budaya asli dari suku Aborigin dan Kepulauan Selat Torres mempunyai berbagai inspirasi seni dari flora dan fauna misalnya motif pada tekstil, tarian, musik hingga aplikasi bahan alam menciptakan kreasi seni ramah lingkungan. Upaya melestarikan budaya asli ini diakui tidak mudah dan memerlukan serangkaian kerjasama antar masyarakat dengan ketulusan serta antusiasme tinggi.
Darwin Aboriginal Art Fair Foundation (DAAFF) merupakan organisasi swasta non-profit di Australia yang terbentuk tahun 2007 oleh Apolline Kohen. Setelah berkembang secara signifikan DAAFF resmi didirikan pada 2 Maret 2012 yang dioperasikan dan dimiliki oleh para anggota Pusat Seni Aborigin dan Torres Strait Islander. DAAFF menyediakan platform berupa art fair untuk para pelaku seni pribumi asli dimulai dari 16 art centre di tahun 2007 hingga 61 art centre di tahun 2016. Darwin Aboriginal Art Fair diperlukan untuk mengenalkan berbagai karya seni dari art centre yang bergabung dari berbagai wilayah di Australia. Art Fair mengajak para audiens (dalam hal ini masyarakat Australia) agar lebih banyak mengenal tentang karya seni pribumi. Selain itu memberikan kesempatan untuk menjual hasil karya melalui produk-produk seperti fashion dan homeware juga berpeluang mendapatkan funding support dari para sponsor bagi pengembangan project selanjutnya.
Di Indonesia DAAFF mendapatkan kesempatan luar biasa menampilkan koleksi fashion atas undangan dari Kedutaan Besar Australia di Jakarta yang dipamerkan saat ajang Jakarta Fashion Week pada akhir pekan lalu. Claire Summers, Executive Director dari DAAFF mewakili para desainer dan artisan turut hadir di Jakarta Fashion Week. Claire mengatakan, sangat senang dapat menghadirkan karya Indigenous Fashion dari Australia pertama kalinya di event fashion week bergengsi ini. Koleksi yang dipresentasikan merupakan 4 koleksi berbeda dengan kolaborasi desainer lokal dan para artisan seni pribumi asli menggunakan material dan teknik bervariasi.
Sebelumnya koleksi-koleksi ini telah tampil saat Darwin Aboriginal Art Fair Fashion Show 2018 di bulan Agustus lalu bertemakan From Country to Couture. Material yang digunakan sangat unik dengan proses tidak biasa seperti contohnya penggunaan bush (semak belukar) diolah menjadi serat kain yang ditenun lalu diproses perwarnaan (dyeing). Koleksi ini dinamakan Anindilyakwa Arts Bush Dye Collection yang didesain oleh Aly de Groot dan Anna Reynolds. Koleksi lainnya yang menarik perhatian adalah karya desain Lynelle Flinders dan Shannon Brett membuat kaftan dari silk (sutra) bermotif menggunakan teknik hand painting dan screen printing menceritakan tentang terumbu karang dan hutan hujan (rainforest) di Far North Queensland.
DAAFF bersinergi konsep di runway JFW bersama Batik Chic oleh Novita Yunus yang juga alumni Australia Awards membuat koleksi terbaru fashion brandnya terinspirasikan motif Aboriginal dari Australia diproses menggunakan teknik Batik Indonesia. Menurut Claire dengan peluang berpartisipasi di fashion week memberikan pengalaman berharga tak terlupakan yang dimana koleksi fashion persembahan DAAFF mendapat kesan maupun apresiasi positif dari kalangan industri fashion di Indonesia. Claire mengungkapkan bahwa persiapan menuju fashion week berjalan dengan baik dengan bantuan Kedutaan Besar Australia dan kesigapan team JFW walaupun terdapat istilah ''Tyranny of Distance'' karena mengumpulkan beberapa koleksi fashion berasal dari art centre berlokasi terpencil. Ternyata cukup sulit untuk mengirimkan paket ke luar negeri dari wilayah terpencil di Australia ke kota besar Jakarta.
Selain mengunjungi Jakarta, Claire juga turut hadir di Surabaya untuk membawakan sesi seminar di Universitas Ciputra dengan tema ''Preserving Aboriginal Cultural Heritage Through Fashion''. Claire mengakui sangat terpukau dengan Indonesia merupakan negara yang kaya budaya dan berharap adanya agenda selanjutnya dengan para pelaku industri seni dan fashion Indonesia dapat bersinergi bersama DAAFF. Seperti misalnya kesempatan untuk DAAFF melakukan kegiatan gabungan dengan Centre for Creative Heritage Studies (CCHS) di Universitas Ciputra yang baru saja diresmikan Senin pekan lalu. Bagi Claire fashion di Indonesia juga sudah beraneka ragam dan sangat modern mampu bersanding dengan fashion di kancah internasional.
Tentang Janet Teowarang
Janet Teowarang merupakan founder dan creative director brand fashion miliknya yaitu Allegra Jane, selain itu Janet juga menjadi dosen di Universitas Ciputra Surabaya.Janet meraih Australia Awards dari Pemerintah Australia di sektor Fashion dan Textile.Karyanya juga telah dipresentasikan di Indonesia Fashion Week, Mercedes Benz Asia Fashion Award dan mengikuti kompetisi Mango Fashion Award di Spanyol.
Photo :
1. DAAF 2018 From Country to Couture, Anindilyakwa Arts Bush Dye Collection, Designed by Aly de Groot with Anna Reynolds, Photo by Murray Hilton
2. 2018 DAAFF ''From Country to Couture'', Bana Yirriji Art Wujal Wujal Silk Collection, Designed by Lynelle Flinders with Shannon Brett. Photo by Murray Hilton
3. Bapak dan Ibu Konsul – Jenderal Australia bersama Claire Summers dan Team Universitas Ciputra Photo by Dayu Christy
4. Photo by Samuel Barrel (Para Mahasiswa Universitas Ciputra memakai koleksi DAAFF di Seminar
''Preserving Aboriginal Cultural Heritage Through Fashion'')