Genderless Fashion, Yes or No?
![]() |
Sejak jaman kuno, pakaian wanita dan pria sudah dipisahkan menurut fungsi dan bentuknya. Namun, masih terdapat bentuk pakaian pria berupa tunik maupun bawahan seperti rok yang cenderung sama dengan pakaian wanita, dimana perbedaan pakaian sesuai gender menjadi tidak terlalu signifikan. Seiring pergerakan jaman menuju modern, jenis pekerjaan juga mempengaruhi kebutuhan jenis pakaian yang sama untuk wanita dan pria, misalnya seperti pekerja tambang, pilot pesawat perang, buruh pabrik dan lainnya. Industri film dan musik juga berkontribusi menciptakan aliran fashion androgini memberikan kesan wanita tangguh nan maskulin seperti aktris Hollywood Marlene Dietrich, Grace Jones, Katharine Hepburn, Diane Keaton, Cara Delevingne dan Billie Eilish.
Sebenarnya topik Genderless Fashion bukan suatu hal yang baru ditulisan saya, sebelumnya bila teman She ingat diedisi April 2019 lalu saya sempat membahas koleksi unisex fashion karya Patrick SML diajang kompetisi fashion berskala internasional. Topik ini merupakan pembicaraan hangat diindustri fashion global karena merupakan pergerakan kaum muda untuk menghargai keindahan suatu karya fashion tanpa membatasi jenis gender yang memakainya. Selain itu penyetaraan status gender yang selama ini mempengaruhi kompetensi dan kualifikasi seseorang terutama dalam pekerjaan dan industry bisnis. Berbagai tulisan dan podcast dari BOF (Business of Fashion) mengangkat topik ini dengan judul “Clothes Have No Gender” dan “Why Genderless Fashion Is The Future” oleh artis pertunjukan, seniman dan desainer dari New York, Alok Vaid-Menon.
![]() |
![]() |
Genderless Fashion atau bisa juga kita sebut Gender Neutral Fashion adalah item fashion yang dapat digunakan oleh siapa saja. Jenis item fashion tersebut bisa berupa dress, celana, rok dengan berbagai panjang (mini, midi atau maxi), lalu kemeja atau atasan, blazer atau jaket bersiluet longgar maupun perpaduan dengan perpaduan siluet misalnya bagian badan bersiluet H namun bagian lengan bersiluet trumpet. Cara pemakaian jenis item – item fashion ini biasanya dilapis (layered) misal rok mini dengan lipit dapat ditempatkan dibagian luar setelah long pipe pants dan atasan tunik panjang, dan rok mini ini dapat berupa asymmetrical half skirt with belt dari bahan kulit sintetis dibagian bahu atau diletakkan di area sisi pinggul dan dilengkapi untuk luarannya. Untuk contoh ini sangat bisa diaplikasikan oleh pria yang ingin berpenampilan unik, berbeda namun tetap maskulin. Padu padan juga dapat dituangkan dalam tabrak motif yang kreatif dan tetap keren, menggunakan motif abstrak, detil aksen maskulin seperti kerah, manset kemeja, garis tailoring yang dipadukan dengan aksen feminine maupun jenis bahan memiliki permukaan licin atau berkilau.
![]() |
![]() |
Pastinya tidak semua masyarakat dapat menerima cara berpakaian seseorang menggunakan style Genderless Fashion, akan tetapi melalui fashion kita dapat mewujudkan kreasi tampilan secara individu yang dikomunikasikan secara ekspresif. Seperti kutipan dari Edith Head (1897 – 1981) adalah seorang desainer kostum film Hollywood yang meraih 8 piala Oscar “Fashion is a language. Some know it, some learn it, and some never will – like an instinct”.
![]() |
Tentang Janet Teowarang:
Janet Teowarang merupakan founder dan creative director brand fashion miliknya yaitu Allegra Jane, selain itu Janet juga menjadi dosen di Universitas Ciputra Surabaya. Janet meraih Australia Awards dari Pemerintah Australia disektor Fashion dan Textile. Karyanya juga telah dipresentasikan di Indonesia Fashion Week, Mercedes Benz Asia Fashion Award dan mengikuti kompetisi Mango Fashion Award di Spanyol.