twitter  
Profil  

Selasa, 23 Maret 2021 | 10:13 wib
Mengenal Teknik Eco-Printing dan Pengembangannya
 

Teknik eco-printing tentunya tidak asing lagi bagi masyarakat terutama di industri fashion Indonesia dan global, bahkan sudah diaplikasikan sebagai materi pelatihan di berbagai desa – desa di Pulau Jawa. Eco-printing merupakan salah satu solusi kita untuk dekat dengan alam sebagai wujud dukungan bagi gerakan fashion keberlanjutan. Luxury fashion brand Dior cukup mengejutkan dunia fashion dengan langkah mereka mendukung gerakan sustainable life yaitu membeli 170 pohon dari tempat pembibitan tanaman, menanamkan pohon – pohon tersebut di tiga lokasi berbeda di kota Paris. Dior menggunakan teknik eco-printing untuk koleksi Spring/ Summer 2020 dari daun dan bunga asli. Untuk koleksi ini Dior bekerjasama dengan textile artist Antonella Ragno yang memang mempunyai spesifikasi di teknik eco-printing. Menurut Antonella “Eco-printing adalah salah satu jenis motif cetak, setelah tanaman dipetik, saya letakkan daunnya di atas kain jaring (mesh textile) lalu digulung untuk direbus. Saya menggunakan kain yang memungkinkan pengaturan daun di atas tekstil misalnya berjenis wool. Larutan air untuk mencelup kain terbuat dari komposisi air dan besi. Lalu saya harus menekan udara yang keluar sebanyak mungkin dan memastikan daunnya menempel pada kain”.

 

 

Motif – motif yang dihasilkan dari teknik eco-printing berasal dari daun, bunga, tanaman lainnya akan membentuk desain motif baru secara alami tanpa harus diprediksikan atau didesain sebelumnya. Pada awalnya orang menggunakan teknik eco-printing pada kertas dan kain berjenis katun maupun sutra (silk) namun kini pengembangan teknik sampai memakai keramik, bahan kulit asli untuk mentransfer motif daun dan bunga tersebut. Proses pembuatannya cukup memiliki tantangan tersendiri, eksperimen yang memerlukan ketelitian, ketekunan dengan semangat dalam mencoba. Setiap langkah dan bagian merupakan hal yang penting untuk diperhatikan misalnya pemilihan daun atau bunga yang tepat karena tidak semua tanaman mengandung tannin secara alami. Bila daun tidak mengandung tannin, penyerapan atau transfer bentuk daun tersebut di kertas atau kain bisa cukup menyulitkan. Fashion Notes pernah melakukan proses eco-printing diatas kertas gambar bertekstur menggunakan daun – daun tanpa tannin yang ada di sekitar lingkungan dimana saat penggulungan diperlukan menekan serapat mungkin agar kertas dan daun benar – benar melekat. Hasilnya motif daun – daun tersebut masih mampu melekat pada kertas walaupun tidak berbentuk motif yang jelas dan terang. Selain itu proses transfer motif dengan teknik pounding (pukul) atau steaming (kukus) juga menentukan kesuksesan hasil eco-printing. Teknik pounding disarankan menggunakan palu karet/kayu atau pestle (ulekan kayu/batu) pada kertas atau kain yang dilapisi lembaran plastik bekas setelah dibersihkan agar saat dientakkan dengan palu/ulekan, cairan dari daun tidak menyebar. Teknik kukus (steaming) juga demikian sama, komposisi air, tempat kukusan, lama waktu mengukus akan memberikan hasil berbeda. Eksperimen pertama atau kedua bisa saja tidak sesuai harapan kita karena teknik eco-printing adalah proses kreatif. 

 

Fashion Notes memberikan beberapa referensi untuk Teman She dapat mencoba berkunjung ke website – website pilihan ini agar bisa mempraktekkan langsung teknik eco-printing di rumah:

1. 3 Cara Teknik Eco Printing dalam Dunia Tekstil: 
https://blog.deprintz.com/teknik-eco-printing-di-kain-dengan-3-cara-yang-dilakukan-manual/

2. DIY: Membuat Kreasi Produk Eco Printing:
https://fitinline.com/article/read/diy--membuat-kreasi-produk-eco-printing/

3. Tutorial Bikin Ecoprint Dengan Teknik Pounding:
https://www.luciaberta.com/2020/10/bikin-ecoprint-dengan-teknik-pounding.html

Pengembangan eco-printing mulai diadaptasi oleh beberapa pelaku bisnis UMKM Indonesia berupa eco-printing di bahan kulit yang dibuat menjadi produk tas dan sepatu. Seniman tekstil asal Turki, Bahar Bozaci juga mengaplikasikan teknik eco-printing pada tekstil dan kulit karena Bahar ingin mengajak masyarakat dunia untuk berhubungan, dekat dengan alam. Bahar mengungkapkan “Ego kita lebih besar dari alam dan tidak ingat bahwa kita masih fana dan akan berubah menjadi debu, tidak penting dari tumbuhan atau hewan, hanya manusia. Jadi untuk apa kesombongan ini? Orang tidak mendengar suara alam. Suatu waktu kami mengetahui cara berhubungan dengan hewan dan tumbuhan”. 

 

Nantikan edisi selanjutnya wawancara ekslusif dengan pelaku bisnis UMKM Indonesia yang mengangkat teknik eco-printing di bahan kulit untuk memajukan bisnis industri fashion dan tekstil Indonesia bersaing di pasar global. 

Tentang Janet Teowarang:

Janet Teowarang merupakan founder dan creative director brand fashion miliknya yaitu Allegra Jane, selain itu Janet juga menjadi dosen di Universitas Ciputra Surabaya. Janet meraih Australia Awards dari Pemerintah Australia di sektor Fashion dan Textile. Karyanya juga telah dipresentasikan di Indonesia Fashion Week, Mercedes Benz Asia Fashion Award dan mengikuti kompetisi Mango Fashion Award di Spanyol. 

Referensi Photo:
1.Bahar Bozaci eco-printing leather and handmade bag https://id.pinterest.com/pin/103582860167345194/
2.https://id.pinterest.com/pin/266838346651432110/
3.https://id.pinterest.com/pin/322429654571357258/
4.https://www.lifestyleasia.com/kl/style/fashion/dior-uses-foraged-leaves-to-create-sustainable-fabrics-for-its-latest-ss20-collection-at-paris-fashion-week/