Generasi Z Dalam Impitan Tradisi dan Modernitas Uang Panai
|
Tradisi pernikahan Bugis-Makassar tak bisa dilepaskan dari uang panai (atau uang mahar). Sebagai warisan budaya leluhur, uang panai sejak lama diyakini sebagai simbol kehormatan dan kesiapan seorang pria dalam membangun keluarga. Namun, Generasi Z yang hidup dalam era modern yang serba praktis dan realistis mulai mempertanyakan esensi uang panai.
“Uang panai merupakan tradisi unik di Sulawesi Selatan, khususnya Bugis-Makassar. Biasanya, uang panai yang merupakan bentuk penghormatan dan tanggung jawab mempelai pria itu nominalnya ditentukan oleh status sosial, pendidikan, dan garis keturunan,” papar Anja Ferdi Arianda, pimpinan cabang StatsMe (jasa statistik sektor publik & swasta) Makassar, pada Senin (19/5). Namun, lanjut Ferdi, tradisi tersebut mulai bergeser menjadi simbol gengsi sosial seiring berjalannya waktu. “Efeknya malah bisa menghambat niat baik seseorang untuk menikah,” tegasnya.
Generasi Z, yang lahir pada rentang 1997-2012, tumbuh dan berkembang dalam era modern. Maka, mereka cenderung enggan menerima begitu saja nilai-nilai budaya dalam masyarakat. Melalui survei terbatas pada 23 April hingga 9 Mei, StatsMe berupaya merangkum perspektif Generasi Z terhadap warisan budaya Bugis-Makassar tersebut. Dijaga dan dilestarikan sebagaimana adanya, atau justru perlu didekonstruksi agar selaras dengan realitas dan semangat zaman?
Sebanyak 139 responden yang semuanya berasal dari Makassar terlibat dalam survei terbatas StatsMe kali ini. Sebanyak 99 persen di antaranya mengaku paham dengan tradisi uang panai. Ini menunjukkan bahwa Generasi Z Makassar punya kesadaran budaya yang kuat terhadap tradisi leluhur, khususnya dalam konteks pernikahan adat Bugis-Makassar. “StatsMe ingin memotret tradisi uang panai dari sudut pandang Generasi Z karena kondisi ekonomi, sosial, dan pendidikan juga sudah banyak berubah,” tegas Ferdi.
Sebanyak 55,3 persen responden menyatakan bahwa uang panai adalah bagian penting dari warisan budaya yang patut dilestarikan. Sedangkan, sebanyak 25 persen lainnya menganggap uang panai sebagai tradisi yang mulai kehilangan relevansinya. Bahkan, sebanyak 19,7 persen responden mengakui uang panai sebagai beban yang sebaiknya ditinjau ulang atau dihilangkan. Gabungan dari dua kelompok terakhir (total sebanyak 44,7 persen) menunjukkan bahwa mayoritas Generasi Z memandang perlu adanya penyesuaian terhadap tradisi uang panai. Tujuannya adalah agar selaras dengan nilai dan realitas kehidupan generasi muda saat ini. Yang menarik, sebagian besar responden (sebanyak 68,18 persen) menyatakan, uang panai bukan keharusan mutlak. Menurut mereka, nominal uang panai sebaiknya disepakati oleh kedua belah pihak (mempelai laki-laki dan perempuan).
Dalam survei terbatas StatsMe terungkap bahwa Generasi Z tetap menganggap uang panai sebagai simbol konkret keseriusan mempelai pria dalam membina rumah tangga. Sebanyak 50 persen atau 66 responden cukup setuju pada anggapan tersebut. Sedangkan, sebanyak 30 persen lainnya atau 40 responden sangat setuju pada pandangan tersebut.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa kendati menghidupi gagasan-gagasan modern dan kritis terhadap tradisi, Generasi Z tetap menjunjung tinggi nilai budaya lokal. Utamanya, jika dikaitkan dengan tanggung jawab dan komitmen dalam membangun rumah tangga.
Abdi Mahesa, budayawan muda Sulawesi Selatan, menanggapi positif hasil temuan StatsMe. “Pernikahan saat ini perlu disesuaikan dengan kondisi yang ada, baik dari segi finansial, fluktuasi keuangan, maupun dinamika pasar. Kita harus realistis, tidak lagi menuntut secara kaku untuk mengikuti konstruksi uang panai sebagaimana dahulu,” paparnya pada Senin (19/5). Sarjana Sastra Daerah Universitas Hasanuddin yang juga sekretaris Dewan Adat Kerajaan Bone itu menambahkan bahwa harapan Generasi Z terkait ketetapan uang panai adalah hal yang positif. “Pergeseran ini bukan lantas memudarkan budaya. Ini adalah bentuk adaptasi budaya terhadap nilai-nilai baru seperti kesetaraan dan fleksibilitas dalam membentuk keluarga yang sehat secara sosial maupun finansial,” tandas Abdi.
(Press release)

